PENDAHULUAN
Dalam dekade terakhir ini jumlah anak yang di diagonisis mengalami
gangguan autisme semakin meningkat diseluruh dunia tanpa batas geografis bangsa
suku tingkat sosial-ekonomi dan pendidikan orang tuanya. Sebetulnya, gangguan
autisme pada anak ini bukan masalah yang baru. Karena kita bisa membaca cerita
dari zaman dahulu yang menceritakan tentang anak yang dianggap aneh karena
sejak lahir sudah menunjukkan gejala perilaku yang tidak normal seperti meronta
jika digendong, sering menangis dimalam hari dan banyak tidur disiang hari. Ia
sering bicara-bicara sendiri dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang sekitarnya.
Kalau marah ia menjadi agresif, menyerang,
mencakar, menjambak, menggigit atau menyakiti diri sendiri. Ia terkadang ketawa
–ketawa sendiri seolah ada yang mengajaknya bercanda.
Penyebab timbulnya gangguan ini
belum bisa di identifikasi secara pasti. Beberapa hal ditengarai mengakibatkan
timbulnya gangguan ini mulai dari gangguan metabolisme keracunan logam berat
(polusi), faktor genetik (congenital).
Pada saat ini harapan
perbaikan/”penyembuhan” anak penderita gangguan ini semakin besar meskipun memerlukan
upaya yang melelahkan dan makan waktu yang lama dan barang, tentu biaya yang
cukup besar.
DIAGNOSIS
Sangat
penting kita menegakkan diagnosis jenis gangguan apa yang dialami seseorang
anak agar bisa dibuat perencanaan interfensi/therapy
yang tepat. Mengingat sejatinya apa yang awam kenali sebagai gangguan autisme
sejatinya mencakup beberapa jenis gangguan.
Dalam pedoman pembuatan
diagnosis gangguan jiwa dikenal beberapa jenis
gangguan yang termasuk dalam gangguan autis antara lain :
1.
Gangguan pemusatan perhatian (ADD)
2.
Gangguan hiperaktif
Diagnosis diatas disampaikan
untuk kepentingan praktis saja karena tulisan
ini diperuntukkan kalangan non
medis .
Secara praktis
kita bisa mengenali kemungkinan adanya
gangguan autisme apabila:
BAYI LAHIR SAMPAI USIA 6 BULAN
·
Anak terlalu “baik”/tenang
·
Banyak menangis terutama pada malam hari
·
Jarang menunjukkan senyum dan sosial
·
Jarang menunjukkan kontak mata
·
Perkembangan psikomotorik nampaknya normal
USIA 6
BULAN SAMPAI 2 TAHUN
·
Tidak mau kontak fisik secara hangat dengan
orang
·
Cuek
terhadap orang lain bahkan terhadap orang tuanya
·
Tidak mau terlibat bermain dengan teman – temannya
·
Tidak mau menggunakan bahasa verbal/sangat minim
·
Mungkin ada kesulitan mengunyah makanannya
·
Kadang sangat
tertarik perhatiannya pada kedua tangannya sendiri
USIA
2 SAMPAI 3 TAHUN
·
Tidak tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus pada obyek tertentu
·
Menganggap
orang lain sebagai benda
·
Kontak mata sangat minimal
·
Memperlakukan benda secara aneh : mencium dan menjilat
·
Relatif cuek terhadap orang tuanya
·
Menolak kontak fisik yang hangat dengan orang lain
USIA 4 SAMPAI 5 TAHUN
·
Kadang mengulang – ulang kalimat/kata yang
diucapkan orang lain
·
Sangat terikat dengan kebiasaan yang rutin
dilakukan setiap hari
·
Kontak mata terbatas
·
Kadang melakukan kegiatan melukai diri
·
Masih sering tantrum atau perilaku agresif
Hal
– hal diatas adalah hal – hal yang praktis bisa diamati oleh orang lain
terutama Orang Tua anak ataupun Pendidik.
Ada pula tool (alat) lain untuk memeriksa dan
membuat diagnosis terjadinya gangguan autisme pada anak yaitu dengan
menggunakan metode CHAT, dimana
pemeriksaan dilakukan dengan dua tahap, yaitu :
Mula
– mula dilakukan wawancara dengan orang tua anak dan yang kedua dengan mengamati
(tabel).
Tiga
gejala dalam metode CHAT ini dianggap sangat akurat untuk diagnosis
yaitu :
1.
Pemeriksa menunjuk pada suatu benda untu menarik perhatian anak.
2.
Orang lain menunjuk pada suatu benda, amati apakah anak ikut melihat obyek ?
3.
Pemeriksa bermain pura – pura, amati apakah anak memberikan perhatian ?
Apabila dalam ketiga test
ini seorang anak tidak bisa memberikan respon
yang memadai maka hampir pasti anak tersebut mengalami gangguan autisme.
Tabel C H A T :
Ya
|
Tidak
|
1.
Apakah saat pemeriksaan anak memperlihatkan
kontak mata dengan Anda?
|
Ya
|
Tidak
|
2.
Tarik perhatian anak dan arahkan perhatian
tersebut pada suatu benda, amati apakah anak mampu melakukan atau tidak?
|
Ya
|
Tidak
|
3.
Upayakan tarik perhatian anak ajak pura – pura
bermain, minum teh. Lihat apakah anak mampu melakukan permainan itu atau
tidak?
|
Ya
|
Tidak
|
4.
Tanyakan pada anak, misalnya mana lampu? Lihat
apakah anak mampu menunjuk ke Lampu?
|
Ya
|
Tidak
|
5.
Ajak anak untuk bermain menyusun balok, lihat
berapa yang bisa disusun oleh anak tersebut?
|
Secara umum bisa disimpulkan
bahwa gambaran perilaku anak dengan gangguan autis adalah sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan
menjalin hubungan sosial.
2. Ketidakmampuan
menggunakan bahasa secara normal untuk berkomunikasi.
3. Keinginan
yang bersifat obsesif untuk mempertahankan sesuatu yang sama.
4. Mempunyai
ketertarikan yang sangat pada suatu obyek/benda tertentu.
5. Mempunyai
potensi kognitif yang baik.
6. Ciri
– ciri tersebut sudah nampak sebelum usia anak mencapai 30 bulan
SEGI
BIOMEDIK PADA GANGGUAN AUTISME
Dengan semakin banyaknya
anak penyandang autisme menggugah perhatian para peneliti dan para ahli untuk melakukan penelitian
apakah penyebab dari gangguan tersebut. Banyak
antara lain kondisi lingkungan hidup yang sudah sangat terpolusi dengan
zat – zat yang bersifat racun ataupun polusi logam berat dilingkungan, adanya
berbagai macam alergi yang di derita anak
sampai adanya fakta yang kontroversial
yang mengatakan adanya hubungan dengan
pemberian vaksin yang memakai zat thimerosal sebagai pengawet. Namun, kesemua
ini masih perlu penelitian lebih jauh.
Gangguan dalam tubuh anak bisa mempengaruhi fungsi otaknya
sehingga timbul gangguan perkembangan
dibidang mental yang muncul dalam bentuk gangguan kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi.
Dengan terungkapnya hal – hal tersebut maka timbul kesadaran bahwa anak – anak
ini tidak saja harus ditangani gangguan perkembangannya namun harus pula
diperbaiki seluruh metabolisme tubuhnya.
1. Keracunan logam berat :
Pada pemeriksaan laboratorium pada rambut dan darah anak – anak penderita autisme ternyata diketemukan banyak
kandungan logam berat yang ternyata logam berat tersebut bersifat sangat
toxsic bagi otak. Logam berat tersebut misalnya : As.Cd, Hg, Sb dan Pb.
2. Alergi terhadap makanan tertentu. Terdapat
kesepakatan para ahli bahwa autisme pada anak dapat terjadi akibat anak
tersebut alergi terhadap protein susu sapi dan domba (casein) dan alergi
terhadap protein dari gandum
(gluten/gliadin)
3. Faktor Genetik : Penelitian faktor
genetik pada anak autisme masih terus dilakukan. Diketemukan sampai saat ini ada sekitar 20 gen yang
berkaitan dengan autisme. Namun, dipastikan bahwa untuk munculnya gangguan autisme perlu ada pemicu
yang lain.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium sangat perlu dilakukan pada anak
dengan autisme, bertujuan untuk mencari adanya gangguan metabolisme pada anak
yang bisa memperberat gejala autismenya. Bahan yang diperiksa adalah :
1.
Feses
: Pemeriksaan feses bisa mengungkapkan
adanya mikroba dalam usus yang menandakan adanya gangguan pencernaan, dan lain
– lain.
2.
Urine
: Pemeriksaan urine ditujukan untuk
mengukur banyaknya peptide yang keluar dari urine untuk mencari informasi adanya alergi terhadap casein dan gluten.
3.
Darah : Pemeriksaan darah lengkap untuk mendapatkan
informasi apakah ada keracunan yang sedang berlangsung pada anak.
4.
Rambut
: Pemeriksaan rambut dilakukan untuk
mengetahui kandungan berbagai macam mineral dan logam berat dalam tubuh.
Adanya logam berat pada rambut menandakan adanya keracunan yang sudah cukup
lama ( lebih 6 bulan).
INTERVENSI DAN TERAPI
Gangguan autisme merupakan
gangguan yang sangat kompleks baik
dari spectrum gejalanya maupun faktor – faktor penyebab maupun
pencetusnya. Kondisi seperti ini tentunya tidak bisa diatasi oleh satu disiplin
ilmu saja. Perlu kerja sama antara berbagai disiplin ilmu seperti ahli medis
psikolog ahli pendidikan khusus, ahli
terapi wicara. Terapis okupasi fisioterapis, dan lain – lain.
Tujuan dari terapi adalah untuk ;
1.
Mengurangi masalah gangguan perilaku dalam arti yang luas.
2.
Meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya.
Secara
garis besar manajemen anak autis dapat dibagi dua yaitu :
1. Manajemen Non-Medikamentosa
Dilakukan
oleh berbagai macam terapis seperti,
terapi wicara, terapi okupasi. Terapi perilaku terapi edukasi. Masing – masing
bekerja untuk memperbaiki aspek tertentu yang merupakan kendala (problem) pada
anak.
2. Manajemen dengan Medikamentosa
Anak dengan gangguan
autisme sering kali menunjukkan perilaku
yang sangat mengganggu sehingga menimbulkan suasana yang stressful bagi lingkungannya, pengasuh, saudara kandung maupun
guru/terapisnya. Sehingga, seringkali anak memerlukan terapi medikamentosa yang ditujukan untuk meredakan perilaku
mengganggu tersebut. Terhadap gejala amarah impulsifitas merusak diri maupun
lingkungan ataupun perilaku hiperaktif
pada anak dapat diberikan anti psikotik dosis rendah ataupun beberapa obat
lain.
Terapi medikamentosa dapat pula
diberikan untuk memperbaiki keadaan in-atensi. Untuk tujuan ini biasanya kita
memberikan obat stimulant seperti methylphenidate.
Pada anak autis dengan gejala
insomnia dapat diberikan obat tertentu
seperti diphenhydramine untuk pemberian
dalam jangka waktu singkat.
Bilamana gangguan metabolisme merupakan
problem utama dapat dilakukan intervensi bio medis seperti pemberian diet GFCF, atau melakukan terapi kelasi.
PENUTUP
Dari uraian singkat diatas kita mendapat
gambaran betapa kompleksnya masalah yang dihadapi anak dengan gangguan autisme.
Sampai saat ini banyak penelitian dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih jelas tentang gangguan ini. Perkembangan ilmu demikian pesat kita
saksikan sehingga selalu ada hal baru yang memberikan lebih banyak harapan dalam membuat diagnose. Pemeriksaan dan pemberian terapi bagi anak dengan gangguan
autis ini. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal dalam terapi autis perlu kerja sama yang erat antara orang tua pendidik dan terapis.
Sumber :
dr. P. Nugroho, Sp.KJ